Etika Saat Berbincang

etika

Pada dasarnya, manusia tidak akan pernah ada tanpa kemampuan untuk berkomunikasi satu sama lain. Kadang juga untuk keperluan atau obrolan ringan. Kadang-kadang, kesopanan percakapan dasar diabaikan begitu saja, menyebabkan lawan bicara sedikit kesal atau tersinggung. Perhatikan poin-poin berikut sebelum berbicara.

Berbicara dengan sopan

Seolah-olah dia adalah satu-satunya yang tahu segalanya dan ahli dalam semua mata pelajaran, ada orang-orang yang terus-menerus terlibat dalam wacana ekstensif yang sia-sia tentang semua topik.

Dia menafsirkan keheningan orang di depannya sebagai indikasi bahwa dia terkesan dengan pidatonya, jadi dia terus berbicara.

Abu Thalabah al-Khusyani meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat denganku di kahirat adalah yang terbaikakhlaknya di antara kalian, dan yang paling jauh dariku di akhirat adalah yang paling jelek akhlaknya, yang banyak bicara, yang sombong lagi suka mengejek orang.” (HR. Ahmad).

Tidak Memuji Diri Sendiri atau Keluarganya

Islam melarang berbicara tentang diri sendiri demi kebanggaan. Ini termasuk mendiskusikan kecemerlangan dan kekayaan putranya, serta keterampilan manajemen rumah tangga istrinya.

Pada hakekatnya memuji diri sendiri itu dilarang, seperti yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Surah An-Najm ayat 32. Artinya:

“(yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunanNya. Dan dia lebih mengetahui (tentang keadaan) mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.”

Berhati-hatilah saat berbicara

Saat berbicara, berhati-hatilah untuk tidak menghina orang yang Anda ajak bicara. Amr bin Al-Ash berkata,

“Ketergelinciran kaki adalah tulang yang bisa diluruskan, sedangkan ketergelinciran lisan tidak meninggalkan (orang yang hidup kecuali akan dibinasakan) dan membiarkan (orang mati kecuali pasti akan dihidupkan kembali). (Bahjatul Majalis).

Hindari menanyakan terlalu banyak pertanyaan yang tidak relevan.

Terlalu banyak pertanyaan yang tidak perlu dan terlalu cepat menanggapi pertanyaan juga merupakan faktor yang harus dipertimbangkan untuk perilaku percakapan.

Bukankah memalukan ketika seseorang menjawab pertanyaan sebelum orang yang mengajukan pertanyaan selesai berbicara?

Umar bin Abdul Aziz berkata,

“ada dua perangai yang tidak akan menjauhkanmu dari kebodohannya, yaitu terlalu cepat berpaling dan menjawab. (Uyunul Akhbar).

Jangan melayani pembicara yang biasa-biasa saja atau jahil.

Ibn ‘Abbas ra menasihati, “Janganlah engkau bertengkar dengan orang penyantun dan orang pandir, karena ornag penyantun akan membencimu dan orang pandir akan menyakitimu.” (Kitab Al-Uzlah).

Berkomunikasi secara tepat dengan keadaan dan konteksnya.

Tidaklah layak sama sekali jika seseorang bergurau di kala tema pembicaraan sangat serius atau berusaha membuat orang tertawa. (kitab Ar-Riyadha an Nadhirah).

Tentukan apakah orang lain bosan.

Ibnu Mas’ud berkata,

“Ajaklah bicara orang selama ia menghadapkan diri kepadamu dengan pendengarannya dan memperhatikanmu dengan pandangannya. Jika engkau melihat mereka bosan, maka berhentilah bicara.”(Zahrul Adab)

Hargai Percakapan, bahkan jika orang lain lebih berpengetahuan.

Mu’adz bin Sa’ad Al-A’war berkata,

“Saya pernah duduk di samping Atha bin Abi Rabah, lalu ada seseorang yang yang menyampaikan suatu hadits. Atha pun marah dan berkata, Perangai apa ini. Sungguh saya mendengar hadits dari orang lain sedangkan saya lebih mengetahui tentang hadits tersebut, tetapi saya perhatikan kepada orang itu seolah-olah saya tidak tahu apa-apa.” (Raudhatul Uqola).

Cobalah untuk melibatkan balita dalam percakapan.

Bermanfaat untuk melatih anak berbicara, memperluas pengalaman dan pengetahuan mereka, membentengi pikiran mereka, dan meningkatkan keberanian dan kepercayaan diri mereka.

Hindari mendiskusikan wanita dan makan.

Dalam kitab Siyar A’lam an ubala bahwa Ahnaf bin Qais berkata, “Jauhkanlah majelis kita dari membicarakan waita dan makanan. Saya tidak suka orang yang gemar menyifati kemaluan dan perutnya.”